Syahadat Rindu

Aku Percaya
Akan Jarak yang merekatkan
Kehilangan yang memulangkan
Pedih yang memulihkan

Keheningan dan sendiri yang gaduh
Tanya yang tak jenuh
Jawab yang tak kunjung penuh

Dan akan cerita suci yang tak usai, pengampunan asa, kebangkitan rasa, kerinduan kekal
Amin

Surabaya | 13.05.2018

Suka, adalah Ia

image

Perempuan itu bukan Lara.

Jauh ia membuang pandang
Bilang
Lara sempat bertandang.
Tak lama, katanya

Perempuan itu Suka.
Demikian dinamai dirinya.
Binar tatap matanya
Lepas senyum bibirnya.

Lara boleh bertandang
Tapi Suka, adalah Ia.

18.06.2016

f 2 | s 1/60th sec | iso 1250

Sun and Moon

image

Matahari dan bulan,
Bertemu di persimpangan.
Untuk pasrah,
Berpisah.

Bersama
Tak mungkin lama
Melupa
Tak kunjung bisa

Matahari dan bulan,
Pasrah
Berpisah
Untuk bertemu di persimpangan.

03/06/2016

I think of you

image

I think of you as the dusk.
Bringing the day
Home
As promised.
Waiting,
at the end of the day.
For that One,
Small
Chance
to say the same goodbye.
Over
And over
Again

07/06/16

Senja

image

Ada senja
Pada usia
Pun belia
Yang sia-sia

Andai yang rahasia
Dekap yang seolah-olah
Dusta yang iya
Dia yang sirna

14/05/16
-sambil makan semanggi suroboyo siMak di pasar senggol jl Pahlawan-

Sejauh Kita, Hari Ini

image

Sejauh Kita, Hari Ini

Hari ini kucumbui
Andai.
Yang dihembus kemarin

Andai menggeliat
Jengah di antara engah
Lihat!

Erangnya padu
Merdu
Dusta mengambil rupa
Pedih sempurna

Hari ini kupunguti
Remah.
Yang diporakporandakan kemarin.
Anehnya, renyah.

Tak kunjung enyah.
Walau dilumat Karena
Kenapa keras kepala
Bah!

Andai dan remah 
Sejauh kita hari ini.
Karena esok, 
Hanya entah yang punya

Diam yang Sepakat

image

Lima tahun sudah. Kamu menginginkannya. Aku menolak. Katamu kita adalah omong kosong belaka. Petaka. Kubilang kamu mengada-ada. Biasa.
Kita terbiasa tak sepakat. Terlalu terbiasa, sampai-sampai kita punya menu makanan berbeda di meja. Nasi merah versus nasi putih. Saos tomat versus kecap. Dan aneka versus lainnya yang dipaksa bersanding sekian lama. Terlalu lama?

Jawabmu iya. Terlalu lama. Aku melengos kesal, terbiasa melihat kamu menyerah. Bersungut- sungut. Kamu lalu menudingku egois. Ingat diri sendiri. Aku menudingmu balik, tak kalah sengit. Lalu kamu apa, bila bukan egois?
Kita lalu bungkam. Sama kesal. Sudah bebal.
Ruangan mendadak hampa udara. Kamu sesak. Aku terdesak. Kamu pergi. Aku, bertahan.

Skenario ini direka dalam diam. Berulang-ulang. Mungkin ia adalah fragmen memori yang tercecer, atau justru kolase masa depan yang menampakkan dirinya satu persatu, dalam pecahan sekenanya.

Sekarang.
Aku tak lagi bertanya padamu. Kamu apa lagi. Aku berhenti menjual Kita. Kamu, tampaknya lega. Aku mengangguk. Kamu lebih lagi. Aku untuk aku. Kamu untuk kamu. Pada akhirnya, untuk pertama kalinya, kita sepakat.